Sumber Cakarwesi Kota Kediri Ada Cerita Pintu Rahasia Kraton Hingga Jejak Penghancuran Tentara Tarta

Kediri Dalam Berita | 11/11/2019

logo

KEDIRI-  Mata air itu bernama Sumber Cakarwesi. Berada di wilayah Kelurahan Tosaren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, sumber itu tidak pernah mengering, bahkan disaat kemarau lagi panjang panjangnya.

“Paling debit airnya hanya sedikit menyusut, tapi tidak pernah kering, “tutur Djoni Ariadi, pengurus komunitas gerakan ramah lingkungan di kawasan Sumber Cakarwesi.

Sejumlah pohon yang tumbuh di sekitar Sumber Cakarwesi menjadi kunci eksistensi mata air. Ada trembesi dengan ukuran raksasa, yang diameternya bisa didekap lima orang dewasa secara bersama sama.

Trembesi itu diperkirakan berumur satu abadan. Ada juga puluhan pohon jati, mahoni, mangga hingga semak belukar yang menjalar liar. Kerimbunan tanaman  membuat lokasi sepintas menyerupai hutan mini.

“Kawasan ini mulai efektif kita kelola sejak Bulan Maret lalu,”terang Djoni. Oleh pihak pengelola, ada bagian yang sengaja dikondisikan untuk kegiatan masyarakat.

Semisal sepanjang sisi timur kawasan, pengelola mengizinkan warga setempat mendirikan warung atau lapak sederhana. Ada bagian yang sengaja dibiarkan menjadi gerbang pintu masuk lokasi.

Sumber Cakarwesi merupakan kawasan wisata alam. Terutama di hari libur wisatawan yang berkunjung meningkat pesat. Banyaknya kunjungan berimbas positif  pada lapak yang berjualan bermacam macam makanan dan minuman.

Meski relatif masih kecil, di kawasan itu denyut ekonomi kerakyatan mulai bisa dirasakan. “Padahal dulunya kawasan ini cukup memprihatinkan, “kata Djoni. Dulu kawasan Sumber Cakarwesi seperti menjadi jujugan favorit untuk mabuk mabukan dan mesum.

Berangkat dari itu Djoni yang merupakan Ketua RT setempat mengajak warga untuk mengelolanya.

Setelah langkah awal melakukan pembersihan lokasi, warga mengajukan proposal kepada Pemkot Kediri yang intinya terkait izin pengelolaan kawasan wisata secara legal.

“Kita ingin menggandeng pemerintah atau swasta untuk sama-sama mengembangkan areal sini, ”terang pria yang juga anggota paguyuban pecinta Sumber Cakarwesi ini.

Untuk membuat kawasan menjadi lebih hidup, bersama warga Djoni menggelar kegiatan senam pagi rutin setiap hari Minggu. Sejumlah kegiatan mulai tingkat dinas, kecamatan hingga anak anak sekolah juga dilangsungkan kesana.

Dalam sekejap, lokasi menjadi ramai dan benar benar hidup. “Kita hanya memberlakukan iuran parkir saja yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk perawatan sumber dan biaya listrik pra bayar, ”tambahnya.

Untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung, saat ini warga tengah membangun toilet umum yang seluruh kebutuhan disokong secara swadaya.

Pintu Rahasia Kraton Kediri

Informasi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri menyebutkan, Sumber Cakarwesi konon dulunya berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam Kraton Kadiri era Kerajaan Kadiri akhir.

Kitab Pararaton menuliskan, pada tahun 1222 Kerajaan Singasari pernah mencaplok Kerajaan Kadiri dan mengubah statusnya menjadi kawasan setingkat kadipaten (sekarang Kabupaten) dengan Jayasabha sebagai adipatinya.

Pada tahun 1271, Jayakatwang yang menjadi penguasa Kadiri menyerang Kerajaan Singasari dan berhasil menggulingkan Raja Kertanegara. Sejak saat itu Singsari yang dibangun wangsa  Rajasa (Ken Arok) runtuh dan berdirilah kembali Kerajaan Kadiri.

Namun rezim Jayakatwang hanya berusia kurang lebih satu tahun. Dengan kecerdikannya, Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang kelak mendirikan Kerajaan Majapahit meminjam kekuatan tentara Tartar (Mongol) untuk menyerbu Kerajaan Kadiri.

Dalam peperangan itu Raja Jayakatwang binasa dan lagi lagi dengan kepiawaianya sebagai ahli bersiasat, Wijaya yang juga cucu Narasingamurti itu berhasil menumpas pasukan Tartar.   

Dalam mengalahkan pasukan Tartar yang mabuk kemenangan itu, Raden Wijaya konon menggunakan jalur rahasia Sumber Cakarwesi. Boiran, juru kunci Sumber Cakarwesi menuturkan, syahdan jauh waktu sebelum menjadi pintu rahasia kerajaan Kadiri, lokasi Sumber Cakarwesi tidak berpenghuni.    

Seorang pengembara asal Jawa Tengah yang singgah di tempat itu untuk beristirahat memberi nama “garuk wesi”. Nama itu didapat saat pengembara itu tertidur dan bermimpi berjumpa dengan garuk wesi.

“Makanya kemudian mereka tinggal wilayah sini dan diberi nama Cakarwesi, ”tutur Boiran.

Pada jaman pemerintahan Soekarno kawasan Sumber Cakarwesi juga pernah menjadi pasar. Bahkan dalam pelariannya dari kejaran tentara Jepang, Syodanco Soeprijadi konon juga pernah singgah di tempat ini.

Paska peristiwa gelap G30S/PKI, kawasan Sumber Cakarwesi kembali menjadi tempat sepi dan seperti lahan tidur yang kehilangan fungsi. Kendati demikian, sepengetahuan Boiran, kawasan Cakarwesi tidak pernah menjadi pembuangan mayat, baik itu korban peristiwa  G30S/PKI maupun kriminalitas.

“Dari dulu selalu kita jaga minimal diinguk-inguk. Kalau sekarang sudah semakin baik karena mulai diramaikan dan dimanfaatkan untuk kegiatan positif, ”pungkas Boiran yang kini telah berusia 69 tahun.