Kediri (beritajatim.com) - Para perajin tenun ikat khas Kota Kediri yang mendiami Gang IV Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto menanggung dampak kenaikan harga bahan baku benang sebesar 20 persen yang berlaku sejak awal tahun 2018 lalu.
Benang impor dari luar negeri yang sebelumnya dibandrol Rp 620 ribu, kini meningkat menjadi Rp 750 sampai 760 ribu per lima kilogram (kg) karena beban bea masuk ke dalam negeri dibebankan kepada perajin.
Siti Ruqoyah, perajin tenun ikat berlabel Medali Smas mengaku, akibat kenaikan harga bahan baku, selama dua bulan produksinya tersendat. Padahal permintaan dari pelanggan sangat tinggi.
"Pajak bea masuk kini lebih tertib. Sehingga importir yang sebelumnya titip-titip, kini dikenai pajak. Tetapi mereka melimpahkan beban itu kepada kami," kata Siti Ruqoyah, Kamis (5/3/2018).
Dia mengaku, selama dua bulan yaitu, Januari dan Februari mengalami kendala produksi. Selain harga bahan baku mahal, juga sulit didapat.
Siti Ruqoyah terpaksa mengurangi produksi dengan mengoperasikan setengah dari alat tenun bukan mesin (ATBM) yang dimiliki. Apabila dalam kondisi normal sebanyak 60 unit ATMB beroperasi, dalam kondisi tersebut hanya 30 unit saja.
Perajin kawakan dengan omset tembus ratusan juta rupiah ini terpaksa menaikkan harga produk tenun ikat sebesar Rp 5 hingga 10 ribu, untuk mengurangi beban kerugian. Mengingat, selain kenaikan bahan baku, upah pekerja ikut meningkat, seiring dengan kenaikan upah minimum kota (UMK) Kediri tahun 2018.
"Kami harus menyesuaikan UMK dalam memberikan honor bagi karyawan. Tenaga kerja sekarang ini sedikit. Apabila kita kalah bersaing dalam memberi upah, tentu karyawan akan memilih pindah ke pengrajin lainnya yang memberi upah lebih tinggi," imbuhnya.
Kain tenun ikat yang sebelumnya dijual hanya Rp 160-165 ribu per potong, kini dilepas dengan harga Rp 170 ribu. Bahkan, Siti Ruqoyah mengaku, ke depan masih bisa meningkat lagi mencapai Rp 175 ribu per potong.
Penaikan harga ini tentu memiliki konsekusi terhadap persaingan harga dengan kain batik yang relatif stabil. Sementara itu, bagi perajin berskala kecil, tentu lebih tergoncang dengan naiknya harga bahan baku ini. Lantaran mereka hanya memproduksi dalam jumlah terbatas.
"Kalau kami untung sedikit tidak apa-apa, karena produksinya dalam jumlah banyak. Apabila mereka yang memproduksi dalam jumlah sedikit dalam kondisi seperti ini tentunya sangat berpengaruh sekali," bebernya.
Untuk diketahui, Sentra Tenun Ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri ini sudah ada sejak tahun 1991 silam. Di kawasan ini terdapat sekurangnya 25 orang perajin yang menggeluti seni menenun secara tradisional. Tenun ikat buatan Kota Kediri dikenal karena memiliki ciri kekhasan yaitu, kerapatan benang dan aneka motiv yang dimiliki.