Arum Manis Satu-satunya di Kota Kediri

prestasi | 18/05/2016

Arum Manis Satu-satunya di Kota Kediri

Suara gesekan rebab mengiringi langkah Suwito (50) menyusuri jalanan Kota Kediri. Terkadang langkahnya terhenti di titik-titik keramaian untuk mulai menjual jajanan yang ia bawa di dalam kotak warna hijau yang ia kalungkan di lehernya. Jajan gula-gula menyerupai rumput berwarna pink yang hingga kini tetap digemari oleh anak-anak hingga orang dewasa. Arum manis.

 

Suwito sedang berjualan arum manis

Suwito sedang berjualan arum manis

Bila dikatakan arum manis ini sudah dilupakan, Suwito tidak setuju. Namun jika dikatakan, di Kediri sudah tidak ada penjual arum manis keliling selain dirinya, dia setuju. Sudah 5 tahun terakhir ini, sejak ayahnya, Kamisan, berhenti berjualan arum manis, dia tidak lagi menemukan teman seperjuangan menjajakan arum manis keliling. “Kalau yang dijual di pasar malam atau di supermarket memang masih ada. Tapi yang seperti saya, membawa rebab berkeliling kota, sudah tidak ada,” ujar Suwito ketika ditemui di sela-sela kesibukannya menjajakan arum manis buatannya di depan sebuah SD di Kota Kediri.

Suwito mengaku, meskipun berjualan arum manis dengan berkeliling tidak menghasilkan banyak uang dan melelahkan, namun dia tetap senang menjalankan profesinya ini. Bagaimana tidak. Dia sudah berjualan arum manis sejak tahun 1985, mengikuti jejak ayahnya, Kamisan yang telah lebih dulu berjualan di daerah Kabupaten Kediri. “Karena ayah saya di kabupaten, saya cari peruntungan di Kota Kediri,” tutur Suwito.

Untuk pergi ke kota, Suwito biasanya naik sepeda pancal dari rumahnya di Desa Wonojoyo Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri menuju ke Pasar Pahing. Dia memarkir sepedanya disana, kemudian baru berjalan mengelilingi Kota Kediri. Biasanya, tempat yang sering dia datangi untuk berjualan adalah sekolah-sekolah dan daerah perumahan. Dia mengaku, dagangannya selalu laku jika berjualan di sana.

Dalam sehari, pendapatan Suwito memang tidak menentu. Terkadang jika sedang ramai, dia bisa membawa pulang Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Tapi kalau sedang sepi, jangankan Rp 100 ribu, Rp 50 ribu pun dia sudah bersyukur. Alasan mengapa dia tetap bersikeras berjualan arum manis hanya satu, dia sudah terlanjur dekat dengan para pembeli setianya. Selain itu dia menyukai ekspresi anak-anak yang sedang memakan arum manisnya.

Suwito bercerita, ada satu anak perempuan yang sudah sangat dekat dengannya, karena sejak usia anak itu masih 5 tahun sampai kini telah memiliki anak berusia 2 tahun, dia tidak pernah absen untuk membeli arum manisnya. “Rumahnya di daerah Chandra Kirana. Pertama saya lewat situ, langsung ketemu dia, dan sejak saat itu jadi langganan,” kata Suwito.

Jika Suwito tidak jualan sehari atau si anak itu tidak membeli arum manisnya sehari saja, dia pasti kangen. Dan besoknya ketika ketemu, pasti si anak langsung membeli banyak. Si anak itu hanya salah satu alasan. Masih banyak pelanggan lain yang dia sayangi dan enggan untuk dia tinggalkan. “Salah satunya anak-anak SD ini. Saya sampai hapal rumahnya satu-satu, orangtuanya, dan sekarang sudah kelas berapa,” ujar pria yang suka memakai topi ketika berjualan ini senang.

Sesekali ketika sedang berjualan, anak-anak memintanya untuk memainkan lagu menggunakan rebabnya. Awalnya Suwito tidak bisa, dan hanya tahu satu melodi yang diajarkan oleh Kamisan untuk berjualan dulu. Namun karena dia tidak tahan melihat wajah kecewa anak-anak ketika dia mengatakan tidak bisa, akhirnya dia belajar. “Sekarang saya sudah bisa banyak lagu anak-anak. Meskipun kadang sumbang, yang penting anak-anak senang,” tutur Suwito.

Sebelum Suwito berpindah ke tempat lain, Suwito mengatakan, arum manis buatannya ini terbuat dari gula asli, dengan cara tradisional dan tidak menggunakan mesin. “Jadi bagi para orang tua yang khawatir, arum manis buatan saya ini sebenarnya aman dan halal. Murah pula,” kata Suwito. (della cahaya)

Koranmemo.com