Fatchul Ichya Bek Andalan Persik yang Punya Bisnis Keripik Usus

prestasi | 06/06/2016

Radar Kediri | Berita Kediri | Berita Utama

fatchul ichya 030616-01

Jika Anda sedang makan usus goreng dan mengenal produsennya sebagai nama pemain bola, berarti anda sedang makan usus produksi pemain ini. Dengan merek Al-Ichya, Fatchul Ichya, bek andalan Persik ini memang merintis usaha kuliner keripik usus. Kriuuk…kriuuk, guriiihh…

ADI NUGROHO

Begitu masuk ke rumah berpagar hitam di dekat gerbang perumahan Wilis Indah 2, Kecamatan Mojoroto, tercium bau wangi yang langsung menggoda perut. Terdengar suara minyak panas di penggorengan. Seorang laki-laki berjenggot tebal terlihat sibuk di dapur. Gayanya sudah mirip chef. Dengan celemek hijau menutup bajunya, ia terlihat sangat mahir dengan sejumlah alat dapur.

Namun laki-laki ini bukan chef sungguhan. Setidaknya jika melihat posturnya yang tegap dan kekar, ia memang lebih cocok jadi olahragawan. Bagi Persikmania, sosoknya sudah tak asing lagi. Dia adalah harapan terakhir sebelum kiper untuk menjaga lini pertahanan dari serbuan lawan.

Ya, laki-laki itu adalah Fatchul Ichya, bek tengah andalan Persik Kediri. Dikenal unggul dalam duel satu lawan satu, pemain bola profesional ini ternyata juga hobi memasak. Bukan hanya hobi, namun sejak setahun terakhir ia memang menekuni bisnis kuliner. Tepatnya keripik usus ayam goreng. “Mulai seriusnya memang baru tahun lalu, sebelumnya coba-coba aja,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos Radar Kediri Kamis (2/6) lalu di rumahnya.

Belepotan tepung dan bumbu sudah jadi kebiasaannya sehari-hari. Maklum, hampir semua pekerjaan dalam produksi usus ayam goreng ini dikerjakan sendiri oleh Fatchul. Mulai dari meracik bumbu, menggoreng usus, penirisan, hingga pengemasannya. “Untuk pengemasan ada yang bantu juga, tapi soal bumbu dan menggoreng, selalu saya kerjakan sendiri,” ujar laki-laki kelahiran 12 Agustus 1981 ini.

Bukan tanpa alasan pemain yang biasanya memakai nomor punggung 24 ini mengerjakan produksi sendiri. Ia mengaku tak ingin mengecewakan konsumen. “Punya pengalaman pas awal nyoba dulu, pernah dikomplain,” ujarnya.

Sekitar dua tahun lalu, bisnis ususnya ini diawali dari kesukaan Rara, 8, dan Aulia, 4, makan usus goreng. Kedua putri kecilnya itu memang menyukai rasa gurih keripik usus. Karena itulah, Fatchul sering membeli usus ayam goreng kesukaan putrinya.

Karena ketagihan, Endah Kurniawati, sang istri pun berinisiatif membuatkan sendiri. Makin lama, usus goreng yang dibuat pun makin banyak. Fatchul dan sang istri pun, mencoba usaha kecil-kecilan. “Ya kalau ada pesanan dibuatkan. Dari teman-teman saya dan teman-teman istri,” ujar Fatchul.

Dari sanalah, kemudian Fatchul pun berniat menyeriusi usaha kuliner keripik ususnya. Apalagi di tahun itu, persepak bolaan Indonesia sedang dirudung masalah. Fatchul pun mulai mencari bahan dari tempat pemotongan ayam, hingga kenalan-kenalan yang mau mencoba dan membeli produknya.

Pada saat awal produksi, keripik usus buatannya pun kerap dikomplain oleh pelanggannya. Terkadang ada yang mengeluh terlalu keras, ada pula mengadu pahit, karena usus yang digorengnya gosong. “Digigit mak kletak. Sampai gitu bunyinya. Memang belum tahu bagaimana buat yang krispi dan renyah,” ujarnya.

Dia dan sang istri pun lantas belajar dari kesalahan tersebut. Mulai browsing resep di internet, hingga uji coba anek bumbu. Hasilnya, saat ini keripik ususnya pun sudah bisa memenuhi selera masyarakat. “Sudah nggak ada keluhan lagi,” ujar Fatchul lantas tersenyum.

Saat pertama kali menjajakan produknya ini, Fatchul mengaku memasarkan sendiri keripik ususnya itu ke sejumlah warung. Saat berangkat latihan di Stadion Brawijaya, ia kerap membawa tas ransel besar. Tas itu berisi keripik usus yang sudah dikemas dalam boks plastik.

Setelah berpeluh keringat, berlatih dengan rekan-rekannya yang lain, Fatchul pun berkeliling dengan sepeda motor ke sejumlah warung. “Pas banyak, ya bawa obrok. Setelah latihan langsung keliling,” ujarnya sambil memasukkan usus dalam plastic kemasan di ruang tamu rumahnya.

Dari awalnya hanya 10 warung, kini sudah sekitar 80 warung yang ia stok. Saat ini, ia pun sudah punya sales yang mengambil stok keripik usus dan mengedarkannya ke warung-warung tiap dua hari sekali. Dalam sebulan, ratusan boks berisi 20 bungkus keripik usus selalu habis. “Kadang sampai kurang stoknya, padahal di warung-warung sudah habis. Kendala tenaga juga,” papar pemain Persedikab Kediri dan Petrokimia Gresik ini.

Apalagi, tak hanya puluhan warung itu, beberapa kali Fatchul juga mendapatkan pesanan. Dari teman-teman dekatnya, hingga dari jejaring sosial. Fatchul memang memasarkan produknya lewat jejaring sosial, mulai BBM hingga facebook. “Pernah ada pesanan dari Hongkong juga. Nggak banyak, tapi tetap dikirim,” tandasnya.

Melakoni bisnis memang bukan barang baru bagi alumnus SMKN 1 Kediri tahun 1999 ini. Tahun 2009 lalu, ia pernah punya warnet di Kelurahan Ngampel, Mojoroto. Sempat jalan dua tahun, bisnis tersebut kukut gara-gara tak ada lagi karyawan yang menjaga.

Sebelumnya, selain melakoni profesi sebagai pemain bola, lulusan jurusan kelistrikan ini pernah mencoba jadi karyawan sebuah pabrik kertas di Surabaya. Namun pekerjaan di pabrik ternyata tak membuatnya nyaman. Hanya sebentar, ia pun lantas menekuni sepakbola dan menekuni karir juniornya di Persedikab Kediri. “Sambil main bola, lebih enak buka usaha seperti ini,” ujarnya.

Lalu apakah bisnis kuliner keripik ususnya ini sudah menghasilkan? Fatchul mengatakan bahwa hasilnya memang cukup lumayan. Namun masih kecil. Apalagi saat ini, ia masih berkonsentrasi untuk mengembangkan usahanya. “Jadi kalau ada untung, masuk modal lagi,” papar Fatchul lantas terkekeh. (die)