Lebih Dekat Dengan Pemimpin BI Kediri Herini Mulyana

prestasi |

Hidup Pas-pasan selama Kuliah, Kini Terbiasa Puasa

Lebih 20 tahun silam, Herini Mulyana memulai karirnya di Bank Indonesia (BI) Kediri. Tugasnya di bagian pengelolaan uang sebelum akhirnya dipindah ke Jakarta. Kini, ia kembali. Bukan lagi sebagai pegawai, tetapi memimpin bank sentral itu.

Jarum jam menunjukkan pukul 15.00 Rabu (16/7) lalu. Tetapi, ruang pemimpin BI di lantai dua kompleks gedung BI Kediri, Jl Basuki Rahmat, Kota Kediri masih terlihat ramai. Beberapa pegawai terlihat keluar ruangan yang ditempati oleh Herini Mulyana tersebut.

Rupanya sore itu sejumlah pegawai baru saja mengikuti rapat menyikapi permohonan penukaran uang baru di BI yang melonjak tinggi. Sebentar kemudian, perempuan berbaju hitam berjalan dari balik pintu. Senyum langsung mengembang di bibir perempuan berkerudung ungu bermotif bunga-bunga yang tak lain adalah Herini Mulyana.

Wajahnya masih terlihat segar meski dia sudah berada di ruangan itu sejak pukul 07.00 pagi. Pun ketika dia baru saja memimpin rapat lebih dari dua jam. “Ini tadi baru saja salat," kata Rini demikian dia biasa disapa membuka pembicaraan.

Rini baru secara resmi menjabat pemimpin BI Kediri pada Senin (14/7) lalu. Tetapi dia terlihat sudah tak asing dengan lingkungan kantor BI. Termasuk dengan sejumlah pegawai. Bahkan, petugas satuan pengamanan (satpam) pun tak asing dengan sosok perempuan berkulit putih tersebut.

Rupanya, meski baru menjabat selama sekitar seminggu, Rini ternyata pernah bertugas di Kediri cukup lama di awal karirnya sebagai pegawai BI. "Saya pernah bertugas di sini mulai 1988 sampai 1993. Sekitar lima tahun,” ungkapnya sambil menyapu pandang ke sejumlah sisi ruangan di kantornya.

Bagi alumnus fakultas hukum Universitas Airlangga (Unair) angkatan 1982 itu, bekerja di BI tak menjadi obsesinya semasa kuliah. Tetapi, nasib berkata lain. Prestasinya menuntaskan kuliah selama 3,5 tahun membuat ibu dua anak ini lolos dalam seleksi program talent scouting yang digelar BI.

Kebetulan pula, perempuan asli Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren ini mendapat penempatan pertama di Kediri, kampung halamannya. Sebelum akhirnya berpindah ke Jakarta setelah menikah pada 1993. “Kalau dulu di BI hanya ada lima pegawai. Jadi ya biasa melakukan penelitian, mengurusi kliring, sampai urusan kredit,” kenangnya.

Makanya, begitu 21 tahun berselang dia kembali ditugaskan sebagai pe­mimpin BI di tempat yang sama, rasanya seperti mimpi. Belum lagi, Rini dihadapkan pada tugas yang jauh lebih kompleks dibanding tugas sebelumnya di bagian pengelolaan uang. “Di sini harus mengurusi semua,” imbuhnya.

Beruntung, alumnus SMPN 1 dan SMAN 2 Kediri ini banyak terbantu karena teman-teman sekolahnya dulu, kini ada beber­apa yang menduduki jabatan strategis di Kediri. Sehingga, mes­ki baru saja menduduki posisi kepala BI, dia sudah mengenal beberapa di antaranya.

Lalu, bagaimana dengan keluarga yang tinggal jauh di Jakarta? Ditanya demikian, Rini menjawab dengan senyum. Perempuan kelahiran 17 Maret 1963 itu menyebut, anak-anaknya sudah terbiasa jauh dari orang tuanya. Apalagi, saat ini anak sulungnya tengah menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sedang anak bungsu nya kuliah di Universitas Airlangga. “Karena sering jauh dari anak, saya nitip ke malaikat. Nitip ke Allah SWT untuk menjaga mereka melalui doa. Alhamdulillah baik-baik saja,” bebernya.

Tak hanya meminta perlindungan kepada Tuhan, rupanya Rini mempunyai resep tersendiri untuk menjalin keakraban dengan anak-anaknya. Yaitu, melalui puasa. Selain menjalankan puasa wajib dan puasa sunah, Rini menggunakan puasa untuk menjalin hubungan batin dan memberi dukungan.

Misalnya, saat anak-anaknya tengah mengikuti ujian, Rini selalu menjalankan puasa agar mereka lebih kuat. “Anak-anak saya juga akhirnya terbiasa. Kalau mereka mau ujian, minta dukungan saya dengan berpuasa,” terangnya.

Kebiasaan yang sama, rupanya biasa dilakukan juga oleh Rini dan ibunya almarhum Maskinah. Sejak Rini duduk di bangku sekolah hingga kuliah, Maskinah selalu rutin menjalankan puasa jika Rini mengi­kuti ujian.

Kebiasaan itu akhirnya membuat Rini akrab dengan salah satu jenis ibadah ini. Bahkan, saat Rini men­empuh kuliah jurusan ilmu hukum di Unair, puasa juga dijalankannya setiap waktu. “Karena kiriman uang dari keluarga mepet. Akhirnya untuk menghemat saya sering puasa,” im­buhnya.

Berasal dari keluarga pas-pasan, Rini mengakui, harus berjuang keras agar bisa kuliah. Maka, ketika kiriman yang diterimanya tak sebanyak teman-temannya yang lain, Rini tak pemah protes. Melainkan, ia menyiasati agar bisa cukup. Kondisi itu justru membawa hikmah lain baginya. Selain konsentrasi ku­liah, dia bisa fokus berprestasi dan menyelesaikan kuliah tercepat se­lama 3,5 tahun.

Prestasinya ini membawa Rini terpilih sebagai karyawan BI setelah mengikuti rangkaian seleksi. Kini, perempuan berusia 51 tahun itu mengaku ingin fokus di karir. “Ditugaskan di mana pun saya siap,” pungkasnya.