Meski Kaki Lumpuh, Ira Afriana Tetap Semangat Menulis

prestasi |

* Ingin Hasil Tulisan di Bukunya Dijadikan Drama

Selalu beraktivitas dengan kursi roda, tidak memadamkan semangat hidup Ira Afriana. Siswi SMPN 7 Kediri ini tetap rajin ke sekolah. Bahkan di sela kegiatan belajarnya, dia produktif menulis. Setidaknya sudah tiga buku ditulisnya dalam bentuk novel, walau tak diterbitkan.

"Manusia tidak terpisahkan saat terluka atau senang, mereka akan tetap bersatu," itulah makna persahabatan yang diungkapkan Ira Afriana, lahir di Kota Kedir 13 tahun silam, gadis berambut pendek ini begitu menghayati arti persahabatan.

Hal itu dituangkannya dalam tulisan. Maklum, sejak masuk di SMPN 7 Kediri, siswi ini mulai aktif menulis. Dia tidak patah semangat, meski kini kondisinya tidak seperti dahulu. Ira panggilan akrabnya harus beraktivitas dengan kursi roda.

Itu sejak kedua kakinya lumpuh. Walau begitu, kondisi itu tidak menyurutkan aktivitasnya sehari-hari. Ira tetap rajin ke sekolah. Selama ini, Ira tinggal bersama orangtuanya di gang V RT 19 / RW 3, Kelurahan Bandarlor, Kecamatan Mojoroto.

Rumahnya dibangun dari anyaman bambu, berada di pinggir Kali Brantas. Jaraknya sekitar 700 meter dari jembatan lama Kota Kediri. Saat Radar Kediri bertandang ke rumahnya Sabtu (4/1) sekitar pukul 13.00, seorang pria paro baya menyambut dengan senyum ramah.

Dia adalah Mujiono, 53, ayah Ira. Mengetahui maksud kedatangan wartawan koran ini, pria asli Tulungagung ini mempersilakan masuk. Di dalam, Ira terlihat sedang duduk di atas tempat tidur. Kakinya digoyang-goyang, sedangkan tangannya terlihat agak gemetar.

"Sebentar saya ajak ke depan anaknya," kata Mujiono. Setelah digendong, gadis manis ini pun duduk di ruang tamu dan tersenyum. "Saya Ira," ucapnya lembut.

Gadis yang sejak dua tahun silam harus duduk di kursi roda ini seperti tak memiliki beban dengan keadaannya. Dia senang bercerita tentang kegiatan sekolahnya. Anak kedua dari tiga bersaudara ini begitu bersemangat jika saatnya masuk sekolah. "Kan tinggal besok (Minggu) liburnya," katanya senang.

Saat kembali masuk sekolah setelah liburan semester, hal yang paling ditunggu Ira adalah berkumpul dan bertemu teman-temannya. "Bapak yang antar dan jemput kalau sekolah," ucap siswi yang kini duduk di kelas VIII SMPN 7 ini.

Kelumpuhan kaki Ira bermula ketika dia jatuh dari sepeda. Kejadian itu dia alami ketika kelas V SD. Begitu terjatuh, Ira mengalami kesakitan di bagian kakinya. "Seperti pegal atau linu," ujarnya.

Bahkan rasa sakit i'tu dirasakannya dari pinggang hingga bagian ujung kakinya. Mengetahui putrinya kesakitan, Mujiono pun membawanya ke RSUD Gambiran dan dirontgen. Hasilnya, Ira didiagnosis mengalami kelainan saraf pada tulang ekor. Sehingga menyebabkan bagian kakinya susah untuk berjalan.

"Kalau bergerak masih bisa, tapi kalau jalan jadi kaku dan tidak kuat menahan tubuh," papar gadis berkulit sawo matang ini. Orang tuanya pun berupaya melakukan beberapa pengobatan. Tidak hanya dibawa ke rumah sakit, tetapi juga ke pengobatan alternatif. Namun hingga saat ini belum ada perubahan. Ira pun merasakan hal aneh pada kakinya sejak seminggu setelah kecelakaan sepeda dua tahun silam. "Waktu itu jatuh dan tempurung lutut kaki menahan badan," kata anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Karena kondisi itu, berat badannya pun semakin menyusut. Sejak saat itulah ketika istirahat ataupun mata pelajaran olahraga, Ira tidak seperti teman-temannya. "Saya hanya duduk di bangku," paparnya tersenyum.

Kendati tidak ikut kegiatan di lapangan atau di luar kelas, bukan berarti Ira hanya bersantai-santai. Ternyata siswi yang hobi membaca buku Anak Singkong yang berkisah perjalanan hidup Chaerul Tanjung menjadi pengusaha sukses ini, juga memiliki kegemaran menulis.

"Saya tulis novel, tentang persahabatan," katanya sambil tersipu malu. Ceritanya ringan, yakni tentang aktivitas sekolah dan setelah sekolah. "Ada 16 anak yang masuk di catatan itu," ungkapnya sambil menunjuk dua buku catatan novelnya.

Sebenarnya Ira sudah menulis tiga buku. Bukunya yang pertama sedang dipinjam oleh temannya. Sementara dua buku lainnya dia bawa pulang. Teman-temannya senang meminjam buku berisi karangan Ira karena selain terjadi secara nyata, juga ada sebagian yang disebutkan namanya di buku itu.

Di sampul dua bukunya, Ira memberi tulisan 'kalau pinjam harus bilang dan dikembalikan! Dia menulisnya lantaran banyak teman yang kerap membawanya. "Itu karena banyak teman yang mau baca," ucapnya.

Walau kondisinya berbeda dengan temannya, Ira tidak minder. Dia justru merasa berharga di mata teman-temannya, sehingga keseharinnya pun terisi dengan senyum dan tawa. "Teman-temanku semua baik, kita punya kelompok namanya Kobar," katanya. Kobar adalah kelompok remaja Bandarlor.

Hingga saat ini catatan novel Ira sudah mencapai 98 halaman. Saat ditanya kapan ending-nya, Ira tidak menjawab. Dia masih belum memutuskan bagaimana akhir ceritanya. "Impian saya, novel ini bisa dijadikan drama," harapnya.

Di rumah, Ira ditemani adiknya, Khairul Nissa, 12. Bahkan, tak jarang sang adik membantu aktivitasnya. "Adik bantu nyuci, karena ibu masuk rumah sakit," ucapnya. Sudah dua minggu ini, ibu Ira, Seminurni, 55, dirawat di RS Muhammadiyah Kota Kediri karena sakit diabetes.