Rizalino Yuniar, Juarai Kejurnas Karate Jombang Open 2012

prestasi |

        Deg-degan dan kurang pede (percaya diri). Begitu perasaan Rizalino Yuniar Riski saat berhasil melewati penyisihan babak pertama Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Karate Jombang Open 2012. Pasalnya, Nino sapaan akrabnya harus menghadapi lawan tangguh asal Surabaya. Perasaan Nino jelas tidak dibuat-buat. Dengan kompetisi sistem gugur, setiap atlet berupaya keras mengalahkan lawannya. Kali ini lawan Nino di babak kedua penyisihan adalah salah satu atlet terbaik karate di kelasnya.

       "Saya justru berharap bisa bertemu di final," ujarnya saat diternui di tempat latihan Balai Anggraini, Mojoroto, Kota Kediri, Sabtu (13/10). Namun undian pertandingan tidak bisa diulang. Karena itu, Nino mau tidak mau harus dapat mengalahkan kontingen dari kota pahlawan itu. Jam terbang yang lebih minim dari sang lawan bukan alasan untuk kalah sebelnm bertanding.

       Prediksi Nino soal lawannya yang lebih tangguh memang benar. Di awal pertand­ingan, remaja 18 tahun ini sudah jatuh di matras. Pukulan lawan membuatnya kehilangan keseimbangan. Beruntung, pukulan itu tidak dihitung oleh juri pertandingan. Sebab pukulan yang mengenai bibirnya hingga berdarah dinilai lepas kontrol.

       "Juri menganggap pelanggaran," kata anak pasangan Tom­my Sumantoro dan Umi Pangestuti ini. Kendati demikian, Nino belum bisa lepas dari tekanan lawan. Pengalaman bertanding lawan yang lebih banyak terlihat jelas dalam pertarungan itu. Beberapa kali, sang lawan mampu membaca gerakan dan pukulan Nino.

         Hal itu membuat Nino benar-benar down. Dia pun tertinggal sementara 1-0. Melihat Nino tampil kurang pede, Hari Bagijo, sang pelatih, terus memompa semangatnya. "Simpe (guru, Red) terus berteriak. Bahkan saya dimaki-maki supaya bangkit," ungkap pelajar kelahiran Magetan, 17 juni itu.

       Kata-kata keras yang dilontarkan sang pelatih dari pinggir arena membuat Nino bangkit. Dia mulai bisa rnenguasai pertandingan. Pukulan dan tendangan karateka pemilik sabuk cokelat ini sempat membuat lawan kerepotan. Bahkan tak jarang menghasilkan poin.

        Pertandingan sekitar 2 menit akhirnya rampung. Dengan penuh ernosional, Nino meluapkan kegembiraan. Karena dia dinyatakan sebagai pemenang dalam pertandingan yang alot tersebut. "Saya menang tipis 2-1," urai Nino seraya tersenyum.

         Di pertandingan berikutnya, Nino tidak menemui kesulitan berarti. Bahkan hingga semifi­nal maupun final, Di semifinal, ia dengan mudah menggilas atlet asal Malang. Nino menghajarnya dengan skor telak 9-0.

         Sementara di final, anak kedua dari empat bersaudara ini berhasil menjungkalkan tuan rumah, Kabupaten Jombang. Skomya pun mencolok, 6-0. "Saya semakin yakin dapat menyabet gelar juara ketika mam­pu melewati babak penyisihan kedua," tutur Nino.

        Dengan kemenangan itu, Nino dinobatkan sebagai jawara Kejurnas Karate yang berlangsung 5-7 Oktober tersebut. Dia mengalahkan 29 peserta dari pelosok Nusantara di kelas komite 61 kg. Peserta memang tak hanya dari lawa Timur. Melainkan luar provinsi, seperti Ambon, Papua, Bali, dan Jawa Tengah.

         Atas kalungan gelar juara itu, koleksi medali di kamar Nino semakin bertambah. Sebab, sebelumnya pelajar kelas III IPS ini mampu menggondol gelar juara karate antar pelajar se-Jawa Bali pada September lalu. "Saya ingin menambah terus medali juara," ungkap karateka asal perguruan KKI itu.

         Nino menyadari sederet prestasi yang diukirnya tidak lepas dari peran orang tuanya. Sang ayah, Tommy Sumantoro, adalah mantan atlet tenis meja Kota Kediri. Sehingga darah atlet mengalir deras di keluarganya. "Keluarga ayah saya juga rata-rata atlet," ungkap Nino.

          Karena peran sang ayah pulalah, Nino menggeluti olah raga keras ini. Ayahnya yang mendorong Nino masuk ke perguruan karate saat masih sekolah menengah pertama (SMP). Sebelum pertandingan di Jombang Open 2012, Nino sempat terngiang pesan ayahnya. Malam sebelum pertandin­gan itu, ia keluar bersama temannya untuk membeli makan. Saat itu, Nino melihat bintang jatuh dari langit. "Kata ayah itu pertanda keberuntungan," terang remaja ini.

        Kini dengan berlatih rutin setiap hari, Nino berharap dapat tampil di ajang SEA Games maupun Olimpiade. "Saya mencintai olahraga ini," sambungnya. Sementara itu, Hari Bagijo, pelatihnya, mendukung penuh keinginan anak didiknya. Teknik Nino semakin hari semakin berkembang. Untuk itu, Hari meyakini Nino dapat merengkuh cita-citanya sebagai atlet nasional. "Asalkan tetap rajin latihan dan menjaga kedisiplinan," tegas ketua FORKI Kota Kediri ini.

Kediri, Radar