Dwi Rajab Kasek SMAN 1 Kediri Pilih Bersepeda Motor ke Sekolah

prestasi |

      Tanpa Mobil, Sopir Ditugasi Labeli Buku Perpustakaan menjabat kepala sekolah favorit di Kota Kediri tak membuat Dwi Rajab malu naik sepeda motor sebagai kendaraan dinasnya. Selain efisien, ia ingin memberi contoh gaya hidup sederhana pada siswa dan keluarganya.

       Kompleks SMAN1 Kediri (Smast) di Jl Vet­eran terlihat sepi, Rabu lalu (15/8). Hanya ter­lihat beberapa siswa berseragam olahraga berseliweran di lingkungan sekolah. Maklum saja, sejak Senin (13/8) siswa sudah libur. Sehingga, hanya ada beberapa pelajar yang masuk untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Puluhan ruang kelas dikompleks sekolah bercat kombinasi biru dan putih itu juga tertutup rapat seolah tak berpenghuni. Demikian pula beberapa ruang guru. Meski begitu, ruang kepala sekolah (kasek) yang terletak diujung pintu masuk ke kompleks Smast terlihat terbuka.

      Di dalamnya, Dwi Rajab tengah sibuk membolak-balikkan buku bersampul merah hati tentang Ki Hajar Dewantara. "Kebetulan saya sedang membuat desertasi tentang konsep aja­ran Ki Hajar Dewantara," kata pria yang menempuh studi di Universitas Negeri Malang ini. Keberadaan Dwi Rajab di sekolah sama sekali tak dinyana. Setidaknya, karena tempat parkir Smast di bagian depan kompleks sekolah terlihat kosong. Hanya terlihat beberapa unit sepeda motor yang tak bisa dibilang baru. Tidak ada mobil mewah yang biasanya menjadi kendaraan para kasek. Sekaligus menjadi penanda keberadaan sang kasek di sekolah.

        "Saya memang tidak pernah naik mobil kalau ke sekolah. Ke mana pun lebih sering naik motor," ujar Dwi tentang kebiasaan uniknya mengendarai sepeda motor Yamaha Vega R miliknya. Apakah dia tak malu jika bertemu dengan kasek lainnya? Meski kendaraan dinasnya adalah sepeda motor produksi 2004, pria kelahiran 1 Januari 1961 itu mengaku tak malu. Padahal beberapa temannya sesama kasek kerap meledeknya. Meski demikian, Dwi menjawab ledekan itu dengan guyonan saja. "Saya memilih naik motor karena lebih praktis" lanjutnya. Dengan naik sepeda motor, mobilitas bapak dua anak ini memang lebih cepat dibanding mengemudi mobil. Dari sekolahnya di Jl Veteran menuju kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Kediri di Jl Mayor Bismo hanya butuh waktu lima menit. Lain halnya jika mengendarai mobil, setidaknya butuh waktu sekitar 15 menit karena harus memutar.

       Sepeda motor juga membuat dirinya lebih leluasa bepergian ke beberapa lokasi. Saat jalan-jalan protokol di Kota Kediri sudah banyak yang macet, sepeda motor bernopol AG 3350 AR miliknya bisa memanfaatkan celah sempit untuk melewatinya. "Kalau mobil kan pasti nggak bisa. Harus menunggu dan lama," imbuh kasek yang tinggal di Perum Wilis Mukti No. 30 Kota Kediri ini.

         Yang lebih penting, bukan itu alasan satu-satunya Dwi me­milih naik sepeda motor. Melainkan juga untuk memberi contoh para siswanya. Ini agar mereka juga tidak membawa mobil ke sekolah. Sebagai salah satu sekolah favorit di Kota Kediri, tak sedikit siswa yang berasal dari keluarga kaya dan ingin membawa rnobil ke sekolah. Tetapi, dengan pilihan Dwi untuk mengendarai sepeda motor, siswanya menjadi segan.

       Bahkan, tak hanya siswa. Para guru di Smast juga ketularan virus sepeda motor. Mereka pun memilih naik kendaraan roda dua ke sekolah meski sebenarnya mempunyai mobil di rumah. Akibat kebiasaan ini, sopir di SMAN 1 Kediri lebih banyak menganggur. Sebab, Dwi tak pernah meminta diantar atau dijemput. "Akhirnya sopir sekolah saya minta bantu-bantu melabeli buku di perpustakaan," kenangnya.

       Mulai kapan Dwi mempunyai kebiasaan naik sepeda motor ke sekolah? Ditanya demikian, dia hanya menjawab dengan senyum. Sebab sejak masih menjadi guru hingga menjabat kasek kali pertama pada 2007 di SMAN 5 Kediri, penampilan Dwi nyaris tak pernah berubah. Dwi tetap menaiki sepeda mo­tor. Demikian juga ketika dirinya didapuk kasek di Smast sejak 2008 hingga sekarang.

     Tak hanya ke sekolah, sepeda motor menjadi alat transportasi wajib bagi dirinya di rumah. Ke mana-mana, Dwi lebih sering menggunakan sepeda motor. Jika tidak terpaksa, ia tak per­nah mengemudi mobil Toyota Avanza tahun 2010 miliknya. Mobil bernopol AG 1522 AG itu hanya digunakan bepergian jarak jauh. “Dan harus bersama keluarga,” urainya.

         Kebiasaan Dwi ini rupanya menular pada endang Budi Herawati, istrinya, dan dua anaknya. Mereka pun lebih gemar mengendarai sepeda mo­tor saat bepergian. Bahkan, Endang yang juga mengajar di Smast memilih naik motor sendiri ke sekolah.

        "Kalau berboncengan kan tidak praktis. Mau ke mana-mana harus menunggu dulu. Makanya bawa motor sendiri-sendiri," bebernya. Pilihan Dwi untuk terus memakai sepeda motor, tak lepas dari prinsip yang dipegangnya. Sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, yang abadi adalah kesederhanaan. Makanya, ia akan beru-saha mempraktikkan pola hidup sederhana.

       Sampai kapan Dwi akan bersikap demikian? Pria yang gemar olahraga bulutangkis itu men­gaku akan terus melakukan pola hidup sederhana. "Ini masalah keteguhan hati dalam bertindak. Kita akan bisa menjadi manusia berkualitas jika bisa konsisten,” imbuhnya.

Kediri, Radar