Petani Keramba Semampir setelah 7 Bulan Bergelut dengan Ikan

pengumuman | 25/01/2013

     Matahari baru sedikit bergeser ke arah barat, tetapi aktivitas di sentra keramba Kelurahan Semampir sudah mulai ramai. Sore itu, jumat (18/1) sekitar pukul 11.31, sepasang suami istri (pasutri) berjalan menuju kotak-kotak keramba mereka di tepi Sungai Brantas dengan menenteng ember plastik kecil.

      Ember itu berisi pakan. Lalu, sambil berjongkok di atas keramba bambu tersebut, keduanya bergantian menaburkannya ke dalam kotak yang berisi ribuan ekor ikan. Setelah dirasa cukup, pasutri yang tak lain Sulistyoningsih dan Mustofa itu ganti mengambil kangkung yang ada didekat keramba.

      "Sekarang tidak perlu membeli kangkung lagi, Batang kangkung bekas pakan ikan yang dibuang di sini ternyata bisa berkembang biak menjadi banyak," beber Sulis sembari melihat tumbuhan kangkung yang tumbuh lebat di belakang kerambanya.

      Idealnya, ribuan ikan di keramba itu mendapat makan dua kali sehari. Yaitu, setiap pagi dan sore. Tetapi, sekitar pukul 14.30 hari itu, Mustofa yang menemani istrinya sudah mulai memberi pakan pada ikan nila dan bawal yang dipeliharanya.

      Lalu, sorenya, sekitar pukul 17.00, perempuan berusia 33 tahun itu akan kembali memberi pakan ikan-ikan itu, Apa tak rugi? Mustofa menyahut gelengan kepala. Dengan keberadaan kangkung yang tum­buh dengan liar di lokasi keramba, mereka bisa lebih menghemat pakan. "Nggak rugi, pakannya kan nggak beli," kata Mus­tofa.

       Tanpa kangkung liar itu, bapak satu anak ini mengaku harus menghabiskan satu sak pakan sebulan, Harganya sekitar Rp 240 ribu. Tapi, dengan keberadaan kangkung yang tumbuh lebat, mereka hanya menghabiskan setengah sak pelet dalam sebulan. Sehingga, tetap hemat meski dalam sehari diberi pakan hingga tiga kali. "Biar ikannya cepat besar," katanya.

      Mustofa pun mengaku senang karena ikan-ikannya cepat besar. Dalam waktu sekitar dua bulan, dia bisa mulai memanen lele di kerambanya. Sedangkan untuk jenis nila dan bawal harus dipilih yang sudah cukup besar untuk dijual di Pasar Ikan Semampir. Pasar rintisan itu adalah bantuan PT Gudang Garam (GG) yang diresmikan Walikota Kediri dr. Samsul Ashar, Sep­tember 2012 lalu.

      Tujuh bulan bertani ikan, memberi banyak pengalaman berharga pada puluhan petani ikan di sana. Problem bibit ikan mati karena terkena arus Kali Brantas yang kencang kini sudah bisa disiasati. "Kalau dulu, bibit ikan terlalu kecil. Setiap kena arus kencang mati semua,"sambung Sugeng, petani ikan lainnya yang sore itu juga datang ke keramba untuk memberi pakan.

      Setelah beberapa kali mengalami permasalahan yang sama, para petani lantas bertukar pikiran dengan petani lainnya. Solusinya, mereka membeli bibit ikan yang agak besar. Ukurannya selebar dua jari. Dengan ukuran tersebut, ikan bisa bertahan dengan kondisi apapun. Bahkan, Sugeng pernah mencoba menabrak keramba dengan perahu agar terjadi guncangan hebat. "Hasilnya, ikann­ya juga tidak mati. Sekarang tidak ada ikan mati karena ombak," lanjut Sugeng.

      Keberadaan sentra ketamba Se­mampir yang sudah dikenal luas juga membuat mereka tak perlu mencari bibit keluar Semampir. Justru, para pengepul bibit yang mendatangi para petani. Beberapa pengepul dari Nganjuk dan Ngadiluwih aktif menjual bibit ke petani. Sehingga, puluhan petani mempunyai banyak pilihan untuk kulakan bibit. "Ada yang siap membeli hasil panenan, tapi kami tolak karena memang mau dijual sendiri di pasar," sambung Wahyu Erna, istri Sugeng.

       Berhasil mengatasi masalah budidaya ikan, kini puluhan petani keramba di Kelurahan Semampir mulai fokus menggarap pemasaran ikan di Pasar Ikan Semampir. Beberapa kelompok petani yang sudah terbentuk secara bergiliran berjualan di sana.

     Untuk memunculkan persaingan yang sehat antar pedagang, mereka sudah berkomitmen untuk menjual jenis ikan yang berbeda. Misalnya satu petani menjual nila, petani lainnya menjual bawal, dan lainnya menyediakan lele hingga gurami. "Dengan begitu semuanya laku pasar jalan," lanjut Erna.

       Berapa keuntungan yang diraih? Perempuan berusia 37 tahun itu menjawab dengan senyum. Meski tak mau menyebutkan jumlahnya, Erna men­gaku sangat menikmati pekerjaan barunya itu. Ke depan, setelah Pasar Ikan Semampir benar-benar hidup, dia berharap tak hanya berjualan setiap Sabtu-Minggu. Melainkan bisa berjualan setiap hari. "Saat libur sekolah akhir tahun kemarin, kami buka setiap hari. Pasar sangat ramai. Kami berharap dengan kekompakan petani nanti pasar bisa berkembang dan ramai terus," harapnya.

Kediri, Radar