Mengusung Kisah Panji-Sekartaji DSF 2018 Gali Potensi Batik-Tenun Kediri

Kediri Dalam Berita | 14/12/2018

  • Mengusung Kisah Panji-Sekartaji, DSF 2018 Gali Potensi Batik-Tenun Kediri
 
 

KBRN, Kediri : Pada pagelaran The 4th Dhoho Street Fashion (DSF) 2018, sejumlah masyarakat terutama generasi milenial di Kota Kediri berupaya membingkai Kisah Panji-Sekartaji melalui fashion show berbagai busana berbahan batik dan kain tenun ikat.

"Pada DSF kali ini, tema utamanya adalah Warisan Agung Panji-Sekartaji. Kisah ini diangkat, karena Panji merupakan sebuah epos yang lahir pada masa kejayaan Kerajaan Kadiri, dengan ibu kota Dhaha (yang kini diambil menjadi nama jalan di pusat Kota Kediri, yaitu Jalan Dhoho)," kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri, Ferry Silviana Abu Bakar, saat menghadiri jumpa pers The 4th Dhoho Street Fashion (DSF) 2018, di Taman Sekartaji, Kota Kediri, Rabu (12/12/2018).

Kisah tersebut, juga mengungkapkan, di mana Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji merupakan dua tokoh sentral dalam epos tersebut. Sampai sekarang, cerita yang melegenda ini cukup mengakar di hati masyarakat Kediri, terutama digambarkan dalam Seni Tari Jaranan.

Kemudian, pada tanggal 31 Oktober 2017, kisah Panji ditetapkan secara resmi oleh UNESCO sebagai Memory of The World (MoW). Di sisi lain,  Tradisi Panji secara historis dikisahkan melalui relief di beberapa candi di Jawa Timur antara lain Candi Penataran (Kabupaten Blitar) dan Candi Tegowangi (Pare, Kabupaten Kediri) sebagai figur bertopi.

Bahkan sebelumnya, Lydia Kieven, peneliti berkebangsaan Jerman, telah melakukan 
penelusuran Tradisi Panji, yang dipublikasikan melalui dua buku, yaitu Menelusuri Figur 
Bertopi Dalam Relief Candi Zaman Majapahit (2013) dan Menelusuri Panji dan Sekartaji 
(2018).

Dari epos inilah, tambah Ferry Silviana Abu Bakar, Kisah Panji-Sekartaji menginspirasi beragam outfit yang ditampilkan pada hari Kamis, 13 Desember 2018, di area Taman Sekartaji, Kota Kediri.

Pada kesempatan ini, hadir pula dua fashion designer nasional, yaitu Lenny Agustin dan Didiet Maulana. Mereka turut menafsirkan kisah tersebut melalui busana rancangannya. Lenny Agustin akan menampilkan busana 
berbahan batik karya perajin asal Kota Kediri, sedangkan Didiet Maulana menyuguhkan busana berbahan dasar tenun ikat khas Kota Kediri. Secara umum, ada 24 outfit dari masing-masing desainer yang ditampilkan pada fashion show kali ini.

"Kehadiran desainer nasional ini, selain menghadirkan tenun dan batik khas Kediri agar semakin dikenal, tapi juga mendorong desainer Kota Kediri untuk membuat karya lebih 
bagus," kata Ferry Silviana Abu Bakar, yang juga akrab disapa Bunda Fey ini.

Oleh karenanya, para desainer Kota Kediri mendapat bimbingan langsung dari Didiet Maulana dan Lenny Agustin dalam mendesain busana yang akan ditampilkan pada 
gelaran akbar ini.

Di lokasi ini, Desainer Muda asal Kediri, Desty Rachmaning Caesar menampilkan 4 outfit dengan desain kasual. Lalu, pengrajin batik khas Kediri, Ahmad Khosim menampilkan 4 outfit busana batik. Hasil karyanya, ditampilkan dengan menampilkan corak Sekar Teratai Mekar, Sekar Jagad Kota Kediri, dan Batik Abstrak.

Bahkan masih dengan batik, pengrajin Numansa Batik menyajikan motif Panji Laras dan Galuh Candra Kirana dalam 3 outfit sarimbit (couple). Pafa ajang serupa, tak hanya desainer profesional, pelajar SMK Negeri 3 Kota Kediri ikut menampilkan karya para peserta didik dari Jurusan Tata Busana.

"Karya siswa-siswi sekolah ini juga sudah mendapatkan bimbingan dari para desainer. Kami juga sekaligus, mencari bakat muda agar dapat membawa batik dan tenun ikat menjadi karya yang lebih bernilai," kata Bunda Fey.

Di sisi lain, Kediri Creative City Forum (KCCF) juga turut memberikan dukungan penuh pada perhelatan tahunan ini. Forum yang mewadahi karya kreatif Kota Kediri ini tampil dalam showcase untuk menarasikan sejarah tenun ikat Kediri.

Abdul Hakim Bafagih, Direktur KCCF, mengemukakan, ide awal dari pagelaran ini guna memberi informasi kepada masyarakat dan pengunjung bahwa tenun, bukan sekadar kain tetapi juga nilai. Bagi dia, selembar kain bisa mengisahkan cerita lokal apapun, terutama dari motif-motifnya yang dikerjakan dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).