Terdaftar Sebagai Peserta BPJS Kesehatan, Masyarakat Wajib Tahu Prosedur Penanganannya

berita | 07/01/2021

Pemerintah Kota Kediri asuransikan kesehatan warganya melalui BPJS Kesehatan. Dengan memanfaatkan anggaran Prodamas, program ini dilancarkan.

 

“Pemkot Kediri bersama dengan UHC _(Universal Health Coverage)_ mengasuransi kesehatan masyarakat dari berbagai lapisan, ke BPJS Kesehatan dengan catatan mereka yang belum memiliki asuransi” ungkap Fauzan Adima, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri, Kamis (7/1)

 

Seperti yang telah diketahui, program JKN ini wajib diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk di Kota Kediri tentunya. Meski demikian beberapa masyarakat masih kurang begitu memahami bagaimana prosedur penanganan medis peserta BPJS Kesehatan.

 

“Penting bagi peserta BPJS Kesehatan untuk mengetahui bagaimana prosedur penanganan medis sehingga keluhannya bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan, yang mencakup mulai dari pemeriksaan dokter, tindakan medis, obat, hingga operasi kecil, sedang, dan berat”, ungkap Hernina Agustin Arifin, Kepala BPJS Kesehatan KC Kediri, Rabu (06/01)

 

Menurutnya, prosedur ini menjadi wajib untuk dijalankan mengingat program ini merupakan program nasional dan segala sesuatunya telah diatur secara terpusat oleh Presiden dan juga Menteri. “Semua berlaku sama di seluruh Indonesia, karena ini program nasional”, imbuhnya.

 

Bagi peserta BPJS Kesehatan yang hendak berobat bisa melalui fasilitas kesehatan pertama yang telah dipilih sebelumnya. “Peserta bebas memilih dimana faskes pertamanya, bisa di Puskesmas, dokter praktek perorangan, hingga klinik yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebelumnya”, jelas Hernina, saat ditemui dikantornya.

Melalui fasilitas kesehatan pertama ini, peserta akan dilakukan pemeriksaan oleh dokter yang bertugas di faskes tersebut. Bagi pasien dengan penyakit yang bisa ditangani oleh faskes pertama, maka tindakan medis cukup dilakukan di faskes primer tersebut. Namun apabila, faskes pertama tidak mampu untuk menangani, maka akan dirujuk ke rumah sakit yang telah terdaftar, melalui aplikasi Primary Care.

 

“Jadi aplikasi Primary Care atau P-Care ini merupakan aplikasi yang digunakan oleh dokter di faskes primer. Prinsipnya sama seperti rekam medis, jadi melalui aplikasi ini dokter bisa mencatatkan penanganan medis yang dilakukan hingga melakukan perujukan ke rumah sakit yang tepat dengan kondisi dan keluhan pasien” jelas Hernina.

 

Ia juga menambahkan, peserta tidak bisa memilih dengan dokter siapa mereka akan ditangani di rumah sakit rujukan. Pasien akan ditangani oleh dokter spesialis yang memang sedang praktek pada saat itu.

 

Hal senada juga diungkapkan oleh Fauzan bahwa sistem rujukan penanganan penyakit yang berbasis kepada kualitas pelayanan kesehatan merupakan aturan pusat. “Memang aturannya sudah seperti itu, penanganan medis dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kondisi atau keluhan dari setiap pasien, jika puskemas tidak bisa menangani maka akan dirujuk ke rumah sakit tipe D, jika masih belum bisa tertangani maka akan dirujuk ke tipe C dan seterusnya”.

 

Meski demikian, menjadi pengecualian apabila pasien dalam kondisi gawat darurat. Artinya apabila tidak segera ditangani, maka akan berakibat fatal. Pasien dengan kondisi demikian, diperbolehkan untuk langsung menuju ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit manapun.

 

Hernina mejelaskan, bahwa sebenarnya prosedur ini dibuat untuk memudahkan masyarakat. “Kalau dibiliang sistem ini ribet, sebenarnya tidak, justru tujuannya untuk menghadirkan pelayanan dan penanganan kesehatan yang cepat dan tepat sasaran”, menurutnya.

 

Pasien dengan penyakit ringan bisa dilayani di fasilitas kesehatan primer. “Ada total 144 diagnosa penyakit yang seharusnya sudah bisa diatasi oleh dokter umum”, tegasnya. Sedangkan pasien dengan penanganan khusus dari dokter spesialis, akan diberikan rujukan dari faskes primer. “Jadi penanganan kesehatan bisa terfokus”, pungkasnya.

 

Menurutnya, dulu pasien dengan keluhan apapun termasuk penyakit ringan, langsung menuju ke rumah sakit. Padahal sebetulnya bisa ditangani cukup di Puskesmas saja. Akhirnya, kondisi ini menimbulkan antrean yang cukup panjang di rumah sakit. Pasien yang seharusnya segera ditangani dokter spesialis, jadi tertunda karena antrean yang panjang.

 

Sementara itu, Fauzan menegaskan bahwa setiap jenjang fasilitas kesehatan telah distandardisasi. “Walaupun itu di klinik atau dirumah sakit sekalipun, kualitas dokter sama, obat yang digunakanpun juga sama, jadi masyarakat tidak perlu khawatir karena semua telah diatur dalam prosedur penanganan medis”.

 

*Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Kediri*